SAATNYA NEGARA MEMIHAK
Berbagai kasus konflik agama, terakhir kasus Sampang, memperlihatkan betapa kompleks penanganan kehidupan umat beragama di Tanah Air.
Dalam konteks penegakan nilai-nilai demokrasi dan kebebasan sipil, gejala tersebut menjadi tantangan paling nyata bagi kehidupan beragama di negeri ini. Jika persoalan ini dibiarkan tanpa solusi yang tuntas-menyeluruh, tak ada jaminan bahwa persoalan yang sama tak akan terulang di kemudian hari.
Kasus Sampang sepertinya tidak perlu terjadi seandainya negara mampu memfungsikan dirinya secara maksimal sebagai agen pengurai persoalan. Terpenting lagi, negara harus mampu menjauhkan diri dari bias-bias politik elektoral. Yang dimaksud dengan bias politik elektoral di sini adalah masuknya faktor kepentingan politik akibat kalkulasi untung-rugi di tingkat akar rumput. Tidak dapat dimungkiri, bias-bias kepentingan dapat mengintervensi, bahkan menghegemoni agen-agen negara sehingga produk kebijakannya tidak adil bagi masyarakat kebanyakan.
Untuk mencegah semakin memburuknya situasi di daerah konflik, sudah saatnya negara meninggalkan strategi politik elektoral untuk kemudian mengambil tindakan pemihakan aktif atas supremasi hukum dan konstitusi. Kata memihak jelas berbeda dengan berpihak. Jika kata berpihak hanya mengimplikasikan keberpihakan pasif, di dalam memihak terdapat tindakan aktif untuk menegakkan supremasi hukum dan konstitusi. Artinya, negara harus "pasang badan" demi ketegakan supremasi hukum dan konstitusi.
Sumber : Kompas, 13 Juli 2013.
0 comments:
Post a Comment